Terlambat
Terlambat
(Arif
rahman)
Perasaan akan hilang ketika cinta mulai mendua. Hati
akan terasa nyeri lantaran perasaan sudah terbagi. Akibatnya meluaplah air mata
tanda betapa sakitnya hati. Mana mungkin perasaan yang telah diperjuangkan
hampir selama setengah windu akan hilang dalam sekejap. Ini celakanya bila Purwa
tidak mengerti perasaan perempuan itu.
Malam yang telah ditunggu Alina sesosok perempuan berbehel, yaitu malam anniversary atau sering dikenal hari
jadi sebuah hubungan. Dimana mereka berdua telah berjanji untuk merayakan hari
jadinya tersebut di suatu Cafe kecil
yang terlihat elok akan lampu neon bercahaya tembaga, yang mampu memikat
seseorang betah di dalamnya ditambah lagi lantunan musik bergenre Jazz yang
seakan mampu menciptakan kedamaian
layaknya disurga.
Purwa yang satu minggu sebelum
hari jadinya membeli gadget terbaru nampak berpakaian rapi dengan rambut
klimisnya. Dia sudah bersiap-siap untuk menuju ke Cafe yang telah dijanjikannya, akan tetapi Purwa memilih untuk duduk
didepan teras sejenak untuk memainkan game online terbaru di handphonenya yang
baru-baru ini mencuak dikalangan para gamers.
“Ah mungkin Alina belum sampai
ke Cafe Vesgio.” Gumam Purwa yang
mulai asik dengan gamenya. Di sisi lain Alina sudah berada di cafe tersebut dan
celingukan menanti kekasihnya datang.
“Purwa dimana ya kok jam segini
belum datang ?” Lirih bicara Alina sambil menulis sms untuk Purwa. Dan inilah
yang dikhwatirkan Alina akhir-akhir ini, karena Purwa sangat sulit di hubungi
semenjak mempunyai handphone baru. Alina sering tak habis pikir kenapa sekarang Purwa mulai tidak peduli.
“Apa yang istimewa dari
handphone itu ? Apa mungkin Purwa punya kekasih baru ? Apa mungkin Purwa sudah
tidak sayang lagi kepadaku ? Ahhh..kekasih macam apa aku ini mana mungkin Purwa
meninggalkanku begitu saja.”
Purwa tiba-tiba terkejut melihat jam
tangannya menunjukan pukul 20.30 malam padahal mereka berdua sudah berjanji pada pukul 20.00
malam tepat untuk ke Cafe. Dia langsung menutup gamenya tanpa mempedulikan 10
pesan yang ada di hpnya. Purwa langsung bergegas ke Cafe kecil yang sudah di
janjikannya. Tepat pada pukul 09.00 malam Purwa datang dan langsung menghampiri
kekasihnya yang sudah menanti dari tadi.
“Maaf sayang baru datang tadi
montornya mogok dijalan, sudah nunggu lama ya ?” tanya Purwa tanpa rasa salah
kepada Alina.
“Iya tidak apa-apa, enggak lama
banget kok hehe.” Ucap tipu dari bibir mungil Alina.
“Mas-mas saya pesan Capucino sama sandwich ya, kamu mau pesan apa sayang ?”
“Sama ajalah.” Balas Alina
dengan menatap wajah Purwa.
Wajar saja Alina sangat senang
sekali melihat wajah Purwa karena sudah jarang sekali menemukan moment-moment
seperti ini. Hening pun mulai
menyelimuti pasangan kekasih tersebut. Dan diantara alunan musik Jazz yang terdengar Purwa tanpa
rasa tanggung mengeluarkan handphonenya dan mulai memainkan gamenya. Alina pun
tampak kebingungan, yang seharusnya disini melepas canda tawa dan saling
bertukar cerita namun malah terasa hening. Alina pun mulai mengajak berbicara
Purwa berambut klimis itu.
“Sayang, kenapa sih kok akhir-akhir ini kamu sulit di hubungi ?”
“Mm banyak tugas yang harus aku kerjakan sayang.” Jawab Purwa sekenanya
yang asik memperhatikan gamenya.
“Oh, yang pasti bukan karena handphone barumu atau yang lainkan hehe ?”
tanya Alina sambil melempar senum
“Heem.” Jawab singkat pemuda klimis itu.
Detik demi detik heningpun semakin menjadi, karena tidak ada lagi
percakapan selain sejak pertama Purwa datang tadi. Alina pun merasa bosan dan
ingin sekali berteriak untuk membuang rasa bosan tersebut.
“Sayang mau nganterin aku ke
toko sebrang untuk beli air putih ?” pinta Alina dengan
raut wajah lesu.
Tanpa ada balasan dari Purwa yang sudah fokus penuh kepada gamenya,
Alina pun langsung pergi keluar sendiri karena takut merusak suasana hati
kekasihnya. Nampak ransel yang dibawanya berwarna merah maron berisikan dompet
dan sebuah hadiah yang nantinya di berikan kepada Purwa. Ketika hendak
menyeberang ke toko kecil tiba-tiba ransel yang dibawanya jatuh dan disisi lain
mobil berwarna silver dari arah kiri melaju dengan cepat secepat kilat dan..
“Tutttt..” handphone Purwa bergetar yang menandakan lowbat, spontan Purwa pun kaget.
Purwa baru sadar bahwa Alina sudah tidak ada didepannya. Dan Purwa
kebingungan dengan keadaan didepan
Cafe yang banyak orang ribut. Beranjaklah Purwa dari cafe tersebut dan keluar melihat
keadaan luar yang banyak orang pada
ribut. Dari kejauhan terlihatlah darah berceceran membasahi aspal yang berwarna hitam kelam tersebut. Purwa pun mempunyai perasaan tidak enak
tentang hal ini. Setelah melihat apa yang terjadi, terlihat Alina dengan
keadaan yang mengenaskan, yang sedang menggenggam buah tangan ditangan kirinya yang
sudah pisah dari tubuhnya berupa foto. Foto tersebut berupa foto Purwa dan Alina yang menikmati
eloknya senja di hari jadi setahun sebelumnya dan mungkin itulah senja terakhir yang di rasakan Alina bersama Purwa. Purwa pun melongo terkejut dan
spontan menjatuhkan handphonenya bertulisan ‘baterai
lemah’.
“Apa yang sudah aku lakukan ??” gumam Purwa
dengan suara menyesal.
Toh beras sudah menjadi bubur itulah ungkapan
yang tepat buat Purwa yang selama ini telah menduakan kekasihnya untuk sebuah
game yang seharusnya menjadi hiburan sesaat, akan tetapi Purwa memainkannya
layaknya nasi yang harus dia makan untuk memenuhi perutnya sendiri dari pada
memperhatikan orang terdekat yang sangat mencintainya yaitu Alina.
Komentar
Posting Komentar