Belajar Buat Text Report
Upacara Bekakak
Upacara Saparan merupakan budaya turun temurun
yang masih berlangsung di desa Ambarketawang, Gamping. Masyarakat setempat
sering mengenalnya dengan sebutan “bekakak” yang artinya korban penyembelihan
manusia atau hewan. Disebut saparan sebab
pelaksanaan upacara tadi harus jatuh atau berkaitan dengan bulan “sapar” dan
dilaksanankan pada hari Jumat antara tanggal 10-20. Bekakak merupakan boneka sepasang
pengantin tiruan manusia yang terbuat dari ketan dan darahnya berasal dari gula
merah yang nantinya akan disembelih.
Upacara ini diadakan atas perintah P. Mangkubumi untuk
menghormati awah Kyai dan Nyai Wirasuta yang menjadi abdi dalem Penangsang HB
I. Disisi lain tradisi tersebut bertujuan untuk permohonan keselamatan bagi
warga Gamping.
Upacara Saparan Bekakak ini
terdiri dari beberapa tahap antara lain midodareni pengantin Bekakak, kirab
Bekakak, penyembelihan Bekakak, dan sugengan ageng. Persiapan upacara ini
dibagi tugasnya, untuk para perempuan menyiapkan bahan-bahan mentahnya,
sedangkan untuk para laki-laki mengerjakan pembuatan boneka Bekakak. Pada saat
pembuatan boneka Bekakak itu diiringi dengan gejog lesung yang memainkan
tembang-tembang untuk pernikahan seperti Kebo Giro. Setelah persiapan telah
selesai dan lengkap, kemudian prosesi dilanjutkan dengan pengambilan air suci
Tirto Donojati. Air suci tersebut dan perlengkapan lainnya, diarak mengitari
sebuah balai desa. Dan di balai desa tersebut, tempat dilangsungkannya prosesi
midodareni pengantin Bekakak. Benar-benar seperti pengantin sungguhan.
Setelah itu Pengantin
Bekakak diarak menuju Gunung Gamping dan
Gunung Kiling, diikuti oleh pembawa sesajen, para petinggi desa dan bregodo (prajurit). Sesampainya di
Gunung Gamping dan Gunung Kiling, pengantin Bekakak ini disembelih oleh utusan
dari keraton. Setelah itu potongan tubuh pengantin dan gunungan itu disebar ke
seluruh warga yang datang. Masih banyak warga yang percaya bahwa potongan tubuh
dan gunungan yang disebar itu mendatangkan berkah atau “ngalap berkah”
***
Bekakak
Ceremony
Saparan is an
hereditary ceremony which is still ongoing in the village Ambarketawang, Gamping.
Local people often know as "Bekakak" which means that slaughter of
human or animal. Called Sapar Because The ceremony related to the moon
"Sapar" and held on Friday between December 10-20. Bekakak is a pair
of wedding dolls artificial made of glutinous rice and the blood comes from
brown sugar which will be slaughtered. The ceremony was held at the behest P.
Mangkubumi to honor Kyai and Nyai Wirasuta the courtiers Penangsang HB I. On
the other hand the tradition intended to request Gamping safety for residents.
Bekakak Saparan ceremony
consists of Several stages, including midodareni
bekakak brides, carnival bekakak, slaughter bekakak, and sugengan ageng. Preparation of the ceremony is divided duties, for
the women prepare raw materials, while for the men working to make Bekakak
dolls. At the time of making Bekakak dolls was accompanied by “gejog lesung”
which plays songs for the wedding like as Kebo
Giro. After the preparation has been completed and full, then the
procession followed by taking holy water Tirto Donojati. The holy water and
other supplies, be paraded around a village hall. And in the village hall it,
the bride undergoing midodareni.
Really like the real bride.
After that, the bride
Bekakak paraded to Mount Gamping and Mount Kiling, Followed by carriers of
incense, the village officials and bregodo
(soldiers). Arriving at Mount Gamping and Mount Kiling, Bekakak bride is
slaughtered by a messenger from the palace. Then pieces of bodies bride and gunungan were distributed to all the
people who come. There are still many people who believe that the pieces of the
body and gunungan that spread it
bring blessings.
Komentar
Posting Komentar